Saat melamar adalah masa yang paling menegangkan bagi para
pria. Karena mereka harus siap menerima risiko dari jawaban sang kekasih: Ya
atau Tidak. Dan untuk melakukannya, sang pria harus berlutut dihadapan kekasihnya dan bertanya ‘Maukah kau menikah denganku?”.
Pernah nggak kalian bertanya kenapa melamar harus dengan cara
berlutut? Meskipun mungkin di Indonesia sendiri nggak semua pria melakukannya. Tapi secara umum tradisi ini sudah dilakukan di berbagai belahan dunia.
Sebenarnya, alasan kenapa tradisi melamar dengan berlutut
ini ada adalah karena dimulai dari sebuah tradisi, dimana sang pria akan
meminta restu dari orang tua sang kekasih untuk menyematkan cincin di tangan sang kekasih tepat saat pemberkatan sebagaimana pertunangan dalam Alkitab dituliskan.
Berdasarkan tradisi keagamaan, berlutut dihadapan Tuhan
menandakan sebuah rasa hormat, kepatuhan dan kesetiaan. Selain itu, orang-orang
dulu juga berdoa dengan cara berlutut di hadapan Tuhan dan hal ini menunjukkan rasa hormat tertinggi kepada Tuhan.
Berlutut tepat di hari lamaran menandakan keberanian, kesetiaan dan besarnya rasa cinta sang pria kepada kekasihnya.
Selain jenis lamaran ini, terdapat 5 tradisi lamaran
lainnya yang nggak kalah unik diantaranya:
1. Menghadap orang tua kekasih untuk melamar
Selain berlutut meminta kekasih untuk menikahinya, tradisi
lain lamaran adalah dimana pria menemui sang ayah menikahi putrinya. Dalam
tradisi ini, lamaran diibaratkan sebagai sebuah kontrak antara dua keluarga dan wanita yang akan dilamar hanyalah pendengar yang baik diantaranya.
Dalam tradisi ini, pihak keluarga laki-laki harus bersedia menerima jawaban apapun yang disampaikan dari keluarga pihak perempuan.
2. Menabung selama tiga bulan untuk melamar
Tradisi lamaran yang satu ini kedengarannya aneh. Karena pihak
pria diwajibkan untuk menabung selama tiga bulan untuk membeli cincin berlian untuk pertunangan.
Sayangnya, tradisi lamaran ini hanyalah akal-akalan para penjual
berlian di tahun 1936. Meski ketahuan hanya tipuan saja, tetap aja masih ada orang yang melakukan lamaran dengan cara ini.
3. Melamar harus dengan cincin pertunangan
Ini adalah tradisi yang diwariskan oleh Paus Innocent III.
Pada tahun 1214, dia memperkenalkan hukum yang menyatakan bahwa setiap pasangan
yang akan menikah harus memiliki rentang waktu antara bertunangan dengan menikah.
Jadi untuk menjaga komitmen diantara pria dan wanita, mereka
harus diikat dengan cincin pertunangan sebagai simbol bahwa mereka sudah saling
memiliki. Bagi yang hidup pas-pasan, kebanyakan pasangan akan memilih mengenakan
cincin logam murah. Sementara mereka yang kaya, akan memakai cincin logam metal yang mahal.
4. Cincin tunangan harus terbuat dari berlian
Kita bisa menyalahkan Archduke Maximilian asal Austria atas
tradisi lamaran yang satu ini. Sebagai seorang penguasa besar di Eropa,
Maximilian yang hendak menikahi Maria dari Burgundy pun sangat ingin mempersembahkan
cincin berlian dengan huruf M kepada wanita yang dia cintai itu. Sementara saat
itu berlian benar-benar perhiasan yang sangat langka. Karena obsesi itu dia
harus menghabiskan banyak uang dan bahkan harus meninggalkan banyak hutang untuk membayar cincin berlian itu.
5. Pertunangan harus diumumkan
Kita harus berterima kasih kepada Paus Innocent untuk
tradisi pertunangan yang satu ini. Tradisi ini dimulai sejak tahun 1215, ketika
Paus memutuskan supaya pasangan yang hendak menikah harus secara resmi mengumumkan pertunangan mereka terlebih dahulu.
Tradisi lamaran di atas memang terbilang unik dan masih banyak pasangan yang akan menikah memilih salah satu pertunangan di atas sesuai dengan apa yang mereka nilai menarik. Tapi banyak juga yang memilih untuk tidak harus melakukan pertunangan di atas. Khususnya bagi orang-orang Indonesia dengan beragam tradisi suku yang ada, banyak versi lamaran dilakukan salah satu lamaran yang paling sakral mungkin adalah cara lamaran dengan meminta persetujuan dari keluarga pihak wanita.
Sumber : Mirror.co.uk/jawaban.com